Tuesday 17 March 2015

Efek Jangka Panjang Jajanan Tak Sehat

Dari beberarapa penelitian sebelumnya menyatakan bahwa jajanan tidak sehat sudah ada sejak puluhan tahun lalu. Makin ke sini, jenisnya makin bervariasi. Penggunaan bahan tambahan pangan dan bahan pengawet dianggap berbahaya apabila melebihi nilai ambang batas. Ketentuan ambang batas aman di tiap negara bisa berbeda-beda. Di Eropa misalnya, penggunaan zat formaldehyde untuk di Uni Eropa masih diizinkan, tapi ada nilai maksimalnya. Namun, negara seperti Jerman, sama sekali tidak mengizinkan. Begitu juga zat seperti formalin dan boraks, ada batas maksimalnya. Sedangkan untuk pewarna, ketentuannya tidak menggunakan ukuran ambang batas, melainkan ada daftar beberapa warna yang sama sekali tidak boleh dipakai.
TCF-4
Idealnya, produsen makanan (termasuk pedagang kecil) seharusnya mengantongi sertifikat hasil uji makanannya di laboratorium yang menunjukkan bahwa penggunaan bahan tambahan pangannya tidak melebihi ambang batas. Sehingga, makanan tersebut layak dikonsumsi.
Penggunaan bahan tambahan pangan yang melebihi ambang batas bisa menimbulkan efek jangka panjang yang berbahaya pada anak. Efek samping itu antara lain, genotoksisitas (kerusakan DNA yang menyebabkan kanker), merusak kesuburan dan reproduksi.
Efek ini termasuk efek jangka panjang, bisa bertahun-tahun baru terlihat. Kalaupun bisa terlihat langsung biasanya jika dikonsumsi dalam jumlah sering dan besar.
Selain itu, hal yang perlu dicermati juga adalah soal cara pengolahan dan tempat menjajakan jajanan, karena sering kali tidak memperhatikan kebersihan. Faktor kesadaran higienis dan sanitasi di kita masih sangat rendah. Mengenai konsepsi gaya hidup sehat, dari hal yang sepele saja, seperti kesadaran soal cuci tangan.
Berapa banyak orang yang cuci tangan setelah dari toilet? Kalau perilaku mereka soal cuci tangan saja tidak benar, bagaimana mereka bisa dipercaya mengelola makanan?
Makanan mudah sekali terkontaminasi bakteri. Beberapa jenis bakteri itu antara lain Salmonella, Shigella, Amoeba, Campylobacter, cacing, dan Escherichia coli (e-coli). Bakteri yang masuk ke saluran cerna bisa menyebabkan keracunan makanan dan infeksi pada saluran cerna. Penyakit yang paling sering ditemukan yang disebabkan oleh makanan yaitu muntah, diare, dan keracunan makanan.
Bakteri seperti Salmonella typhi, seperti kita tahu, adalah penyebab penyakit tifus. Angka kejadian  penyakit tifus ini masih cukup tinggi. Menurut situs Centers for Disease Control and Prevention (CDC), angka penderita penyakit tifus di seluruh dunia sebanyak 21,5 kasus per tahunnya. Kejadian paling banyak ditemukan di negara-negara berkembang.
Badan Kesehatan Dunia (World Health Organisation/WHO) juga mencatat, diare mengancam nyawa dan berisiko menyebabkan kematian. Tiap tahunnya, penyakit ini mengakibatkan kematian 760.000 anak di dunia.
Mengapa anak-anak lebih rentan daripada orang dewasa? Jawabannya, karena  terkait ke berat badan. Satuan untuk menunjukkan angka melebihi ambang batas itu menggunakan miligram per kilogram berat badan. Berat badan pada anak-anak lebih ringan daripada orang dewasa, sehingga lebih mudah terpapar.
Mengenai ancaman jahatnya efek bahan berbahaya pada anak, pemerintah sudah menyadari hal itu. Komitmen itu pun sudah ada. Salah satu aksi yang patut diapresiasi sejak tahun lalu, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan Nasional, dan BPOM telah mencanangkan kampanye Hari Bawa Bekal Nasional di sekolah-sekolah. Kampanye ini mengajak para orang tua untuk menyiapkan bekal yang bersih dan sehat. Juga, supaya anak-anak terhindar dari jajan sembarangan.
Kita tidak bisa hanya menggantungkan tanggungjawab kepada pemerintah saja, tapi harus ada dukungan dari berbagai pihak diantaranya guru disekolah dan terutama orang tua di rumah. Keterlibatan dari pihak lain yang peduli terhadap masalah ini pun diharapkan tetap terjalin. Komunitas penggiat yang terjun baik secara langsung juga diharapkan bisa aktif memberikan kontribusi dalam penanggulangan masalah ini.
Semoga dengan banyaknya pihak yang peduli, bahaya akan efek jajanan tidak sehat dapat di minimalisir dari sekarang. [Anna/KWKT]

No comments:

Post a Comment